Minggu, 09 Juni 2013


GUS DUR WALI (9)
 Gus Dur Minta Doa Pemulung 

Jakarta, NU Online
Gus Dur menghormati siapa saja, tak peduli pangkat dan jabatannya, asal orang tersebut dekat dengan Allah, Gus Dur memintakan doa kepada orang tersebut.

Nuruddin Hidayat, santri Gus Dur di Ciganjur menuturkan pengalamannya yang sangat berkesan ketika ia diminta oleh Gus Dur untuk mencari pemulung yang menyampaikan salam kepadanya.
Udin, panggilan akrabnya, menuturkan, kisah ini bermula ketika ia berada di sebuah warung dekat Mall Cilandak sekitar tarhun 2003. Ketika hendak pergi, di depan warung tersebut, ia bertemu dengan seorang pemulung, seorang bapak-bapak yang sudah berusia tua dengan keranjang di pundaknya sementara kepalanya memakai caping.

Dengan tiba-tiba, orang tersebut memberi salam “Assalamu’alaikum”
Saya menjawab “Wa'alaikum salam”
Ia bertanya lagi “Mas dari pesantren Ciganjur ya?”
Saya menjawab “ Iya. Dalam hati saya agak heran, kok tahu saya dari Ciganjur tempatnya Gus Dur”.

Selanjutnya orang itu hanya bilang, "Sampaikan salam saya kepada Gus Dur," dan "Saya mengiyakan". Ia kemudian memperkenalkan namanya, sebut saja HMZ. (nama sebenarnya sengaja dirahasiakan karena orang tersebut masih hidup).

Karena terburu-buru, dan mengingat hanya seorang pengemis saja yang ingin menyampaikan salam kepada Gus Dur sehingga Udik ngak begitu memperhatikan dan langsung pergi.

Baru seminggu kemudian, pagi-pagi ketika berolahraga, salam tersebut disampaikan.

Udin “Gus dapat salam dari HMZ”
Gus Dur “HMZ yang mana?” (karena banyak orang dengan nama HMZ)
Udin “HMZ yang pemulung”
Gus Dur “Kon rene, lho kuwi sing tak golei” (Suruh ke sini, orang itu yang saya cari-cari)

Ia mengaku kebingungan untuk mencari pemulung tersebut karena ketemunya saja di jalan. Ia terus berusaha mencari HMZ, berkeliling dari lapak ke lapak pemulung. Setelah berusaha keras, akhirnya sebulan kemudian, baru ketemu di daerah Ragunan, tepatnya di Kampung Kandang. Esok harinya orang tersebut diajak untuk ketemu dengan Gus Dur.

Pagi harinya, ketika sudah sampai di Ciganjur, Gus Dur bilang kepada pemulung tersebut agar mendoakan bangsa Indonesia. “Orang tersebut yang membaca doa dan Gus Dur yang mengamini,” terangnya.

Pertemuan dengan Gus Dur berakhir disitu dan kemudian HMZ diantar pulang, tetapi Udin mengaku terus menjalin komunikasi.

Saat Idul Qurban, Udin mengaku mengirimkan daging kepada orang tersebut malam-malam. “Entah bagaimana, saya belum datang, ia sudah mempersiapkan diri seolah-olah tahu akan ada tamu yang datang dan meskipun dagingnya belum saya serangkan, ia bahkan sudah bilang terima kasih,” ujarnya. (mkf)



GUS DUR WALI (10)
 Tamu Wali yang Diistimewakan Gus Dur 

Jakarta, NU Online
Sebagai tokoh yang dihormati dan dikagumi banyak orang, rumah Gus Dur tak pernah sepi dari kunjungan para tamu, baik dari warga NU, pejabat, politisi, wartawan dan sebagainya.

Gus Dur menerima tamu-tamunya biasanya dengan pakaian non formal. Karena kondisi fisiknya yang sudah lemah, biasanya para tamu diajak mengobrol sambil tiduran.

Nuruddin Hidayat, salah satu santri Gus Dur suatu ketika merasa terheran-heran ketika ada tamu, Gus Dur minta untuk digantikan pakaiannya dengan kain sarung dan peci, seperti ketika mau sholat Idul Fitri. Seumur-umur ia belum pernah melihat Gus Dur seperti itu.

Rombongan tamu tersebut sampai ditahan-tahan agar tidak masuk rumah dahulu, sampai Gus Dur dipinjami salah satu sarung milik santrinya agar bisa cepat berganti pakaian.

Tamu, yang diketahuinya ternyata dari Aceh tersebut berpakaian sederhana, dekil, dan memakai celana seperti yang biasa dipakai oleh bakul dawet (penjual dawet). Tamu tersebut diantar oleh aktifitis Aceh.

Perilaku Gus Dur dan tamunya juga aneh. Setelah keduanya bersalaman, Gus Dur pun duduk di karpet, demikian pula tamunya, tetapi tak ada obrolan diantara keduanya. Gus Dur tidur, tamunya juga tidur, suasana menjadi sunyi yang berlangsung sekitar 15 menit.

Setelah sang tamu bangun, ia langsung pamit pulang, tak ada pembicaraan.

Udin, panggilan akrab Nuruddin, karena merasa penasaran, segera setelah tamu pergi bertanya kepada Gus Dur.

Udin: “Gus, ngak biasanya menerima tamu seperti ini”
Gus Dur: “Itu Wali”
Udin: “Apa ada wali seperti itu selain beliau di Indonesia”
Gus Dur: “Tidak ada, adanya di Sudan”

Orang yang sangat dihormati Gus Dur tersebut ternyata adalah almarhum Tgk Ibrahim Woyla dari Woyla Aceh Barat.

Tokoh ini merupakan orang yang sangat dihormati di Aceh. Masyarakat Aceh memanggilnya "Tgk Beurahim Wayla" dan percaya bahwa ia sering menunaikan sholat Jum’at di Makkah dan kembali pada hari itu juga.

Menurut Cerita, masyarakat disana, dia bisa berjalan cepat dan lebih cepat dari mobil. Dia jarang naik bus, tapi lebih senang berjalan kaki. Ia juga dipercaya bisa menghilang

Ada orang yang menyebutnya sebagai "dewa tidur", yang menghabiskan hari-harinya dengan tidur. Tgk.Ibrahim Woyla juga bisa mengetahui perilaku seseorang dan sering sekali orang yang menemui beliau dibacakan kesalahannya untuk di perbaiki.

Sebelum terjadinya tsunami, Abu Ibrahim yang pernah mengatakan ''air laut bakal naik sampai setinggi pohon kelapa, terbukti tsunami. Posisi tidur Abu yang dianggap aneh (melengkung/meukewien) ucapannya sedih melihat manusia banyak seperti hewan serta mengatakan dunia ini sudah semakin sempit dan masih banyak cerita gaib yang menjadi kan ulama kharismatik ini selalu dicari-cari hanya untuk dimintai berkahnya.

Tokoh kharismatik ini baru meninggal Juli 2009 lalu dalam usia 90 tahun di kediamannya di Desa Pasi Aceh Kecamatan Woyla Kabupaten Aceh Barat dan dikebumikan tak jauh dari rumahnya. Ribuan pelayat memberinya penghormatan terakhir. (mkf)

GUS DUR WALI (11)
 Tamu Rahasia Gus Dur pada Tengah Malam 

Jakarta, NU Online
Bagi warga NU, mengobrol merupakan kegemaran yang sudah mendarah daging. Banyak diantaranya yang melakukannya sampai tengah malam, di rumah tokoh NU, pesantren, serambi masjid atau tempat lain yang dianggap nyaman.

Gus Dur, mengingat posisinya sebagai tokoh besar, banyak yang ingin mendapat petuah darinya, atau sekedar mendengar cerita ringan dan humor-humor segarnya yang bisa sedikit melupakan masalah pelik yang sedang dihadapi.

Nuruddin Hidayat, salah satu santri Gus Dur, mengaku sering mendampingi Gus Dur bersama dengan beberapa orang dekatnya, untuk sekedar ngobrol-ngobrol ringan di malam hari.

Namun, beberapa kali ia mengalami peristiwa aneh. Ditengah-tengah perbincangan Gus Dur meminta agar orang-orang yang sedang menemaninya untuk sementara keluar dulu karena akan ada tamu ”Tolong keluar dulu, akan ada tamu”.

Satu per satu, semuanya keluar dan Gus Dur ditinggal sendirian.

Karena merasa penasaran, Udin, panggillan akrab Nuruddin menanyakaan ke pos jaga di depan rumah Gus Dur, siapa gerangan tamu yang datang. Tetapi dilihatnya tak ada jadual tamu malam itu. Pertanyaan juga diajukan ke paspamres yang setia mengawal Gus Dur, tetapi tak juga diperolah jawaban yang memuaskan.

Ia tak melihat orang yang masuk gerbang rumah untuk menemui Gus Dur. Semuanya terlihat sunyi, ia terus mengamati, tak terlihat kelebatan orang masuk rumah. Tak ada apapun yang berubah di kesunyian malam itu.

Masih diliputi rasa penasaran, ia kembali terhenyak, Gus Dur sudah memanggil kembali orang-orang yang sebelumnya menemani untuk masuk kembali ke ruangan. Kesendirian Gus Dur tersebut tidak berlangsung lama, kunjungan tamu rahasiannya hanya berlangsung sekitar 15 menit.

Karena keingintahuannya besar, Udin pun memberanikan diri untuk bertanya kepada Gus Dur, “Siapa Gus tamunya?”
Gus Dur pun enggan menjawab, biasanya hanya bilang “Sesepuh”

Karena masih penasaran ia suatu ketika, pun melanjutkan pertanyaannya dengan lebih detail dan berspekulasi siapa gerangan tamu itu, “Apa Sunan Ampel Gus”

Gus Dur pun menjawab “Sunan Ampel yang paling sering”

Udin mengaku mengalami peristiwa ini tak cukup sekali dua kali, tetapi beberapa kali. Kejadiannya biasanya jam 10.30-11.00 malam ke atas.

Sumber lain mengatakan, tamu rahasia yang juga sering datang ke tempat Gus Dur adalah, Mbah Mutamakkin, kakek buyut Gus Dur, yang makamnya ada di Kajen Pati, yang ketokohannya juga sangat dihormati oleh masyarakat setempat. (bersambung) (mkf)



GUS DUR WALI (12)
 Gus Dur Miliki Ilmu Melipat Bumi 

Jakarta, NU Online
Dalam khazanah pesantren atau tradisi nusantara, ilmu melipat bumi merupakan sesuatu yang wajah dibicarakan. Pada dasarnya, ilmu ini adalah kemampuan untuk memperkecil dunia, baik dalam pandangan mata atau dalam jarak tempuh yang harus dijalani sehingga lebih cepat.

Pada masa lalu, ketika alat transportasi belum begitu maju dan banyak perjalanan masih dilakukan dengan jalan kaki, ilmu jenis ini cukup populer dikalangan orang-orang sakti. Saat ini, meskipun nilai manfaatnya sudah digantikan dengan teknologi modern dengan kendaraan mobil atau lainnya, ilmu ini masih bermanfaat di saat-saat mendesak untuk melakukan akselerasi kecepatan sehingga memperpendek waktu.

Gus Dur, diyakini juga memiliki kemampuan seperti ini. Kesaksian ini diceritakan oleh Nuruddin Hidayat, santri Gus Dur di pesantren Ciganjur.

Ia menuturkan, suatu ketika Gus Dur melakukan perjalanan dari Garut ke Jakarta, seusai menghadiri sebuah acara PKB. Jalur yang ditempuh adalah jalur Puncak yang medannya berliku-liku, naik turun dan jalan yang sempit. Namun, perjalanan yang seharusnya ditempuh selama lima jam ini, ternyata hanya perlu waktu sekitar tiga jam.

Cerita tentang adanya ilmu melipat bumi juga dituturkan oleh Ketua PBNU KH Abas Muin, tetapi pada sosok KH Asykari atau lebih populer dengan sebutan Mbah Mangli, mursyid tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah di Magelang, yang juga pendiri Asrama Pendidikan Islam di Magelang, yang santrinya berasal dari seluruh Indonesia. Banyak orang meyakininya sebagai seorang wali karena berbagai karomah yang dimiliki.

Kiai Abas menuturkan, beredar cerita luas tentang perilaku kiai ini, ketika menghadiri rapat di suatu tempat, orang-orang pada berangkat naik mobil terlebih dahulu, sementara Mbah Mangli berangkat belakangan, tetapi ia lebih cepat sampai di tempat tujuan daripada yang naik mobil.

Boleh percaya, boleh tidak, mitos tentang ilmu melipat bumi ini juga terdapat dalam kisah Walisongo. Saat mengundang rapat, Sunan Bonang menggunakan bedug untuk memanggil para wali yang tersebar di berbagai lokasi di tanah Jawa, Ketika mendengar suara bedug itu, para wali lainnya menggunakan ilmu melipat bumi agar cepat sampai di tujuan. (mkf)


GUS DUR WALI (13)
 Gus Dur Lebih Istiqomah daripada Santri 

Jakarta, NU Online
Semenjak Bulan September 2003 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) membuka pengajian kitab Kuning di Masjid al-Munawwaroh Komplek Yayasan Wahid Hasyim, Jl. Warung Silah No. 10 Jakarta. Dan sejak saat itu, pengajian yang kemudian menjadi embrio kegiatan Pondok Pesantren Ciganjur hingga saat ini terus berlangsung dengan konsekwen sepanjang akhir masa hidup Gus Dur.

Pengajian yang semula hanya berlangsung pada bulan Ramadhan saja ini kemudian terus berkembang menjadi pengajian bulanan dan mingguan. Pengajian ini terus berlangsung dengan ajek dan istiqomah dalam asuhan Gus Dur meskipun jadwal Gus Dur sendiri sangat padat.

"Beberapa santri bahkan tetap melanjutkan tidurnya, meski Gus Dur sudang menyatakan akan mengaji suatu pagi. Gus Dur tidak pernah marah, meskipun beberapa santrinya pemalas," kenang Yunus, salah seorang santri senior.

Kelak ketika kemudian Gus Dur wafat, para santri membuat buku peryataan. Yunus yang merasa sebagai pemalas ini membuat tulisan dengan judul Menebus Dosa Sabtu Pagi. Tulisan ini merupakan refleksi dan apresiasi atas kesabaran dan keistiqomahan Gus Dur dalam menjaga nilai-nilai tradisi pesantren. Sabtu pagi adalah jadwal pengajian Gus Dur bersama para santrinya.

"Di tengah berbagai kesibukan tingkat tingginya sehari-hari, Gus Dur tetap menjaga tradisi dan identitas kearifan tradisionalnya. Gus Dur tetap mengaji dengan mengenakan baju batik rapi, meski beberapa santrinya belum mandi saat mengaji," tutur icank, salah seorang santri lain sembari berkelakar.

lebih lanjut icank menjelaskan, salah satu tanda kewalian adalah keimanan yang kuat beristiqomah dalam kebaikan. Para wali tidak memiliki kegundahan atas hal-hal yang menimpanya dan tidak pernah bersedih atas musibah-musibah yang dialami.

"Begitu pun Gus Dur yang selalu bisa melontarkan humor, meski kondisi sedang genting," tandasnya. (min)


GUS DUR WALI (14)
 Gus Dur dan Pencari Puntung Rokok 

Jakarta, NU Online
Jenis pekerjaan yang dilakoni oleh seseorang umumnya menunjukkan identitas dan kapabilitas yang dimilikinya. Semakin tinggi jabatan yang dimiliki, orang akan semakin hormat.

Tetapi ada orang tertentu yang menjalani sebuah pekerjaan demi sebuah tugas besar, meskipun dalam pandangan manusia, pekerjaan yang dijalani ini pekerjaan remeh, bahkan terkesan dihinakan.

Kisah Gus Dur dengan pencari puntung rokok, yang dalam bahasa Jawa biasa disebutngolei tegesan, masih menjadi bagian dari pengalaman pribadi yang dituturkan oleh santri Gus Dur, Nuruddin Hidayat. Kisah penuh nilai-nilai moral ini bercerita tentang sebuah komitmen besar mencari sosok pemimpin bangsa yang tegas.

Nuruddin, yang biasa dipanggil Udin ini bercerita, kisah pertemuanya dengan sosok pencari puntung rokok yang dihormati Gus Dur ini bermula ketika ia pulang kampung di Demak, beberapa tahun lalu pada momentum lebaran.

Saat di rumah, ia menyempatkan diri untuk silaturrahmi kepada Kiai Hambali di Lasem, salah satu kiai disana yang cukup disegani masyarakat. Saat pulang dari rumah kiai tersebut, ada satu orang yang ingin menumpang kendaraan karena ingin pergi ke masjid Menara Kudus.

Bersama orang itulah, dalam perjalanan pulang, ia diajak ke rumah pencari puntung rokok yang posisi rumahnya di perbatasan Kudus dan Jepara. Sayangnya, pertemuan tersebut gagal karena tuan rumah sedang melawat ke cucunya yang meninggal akibat kecelakaan.

Esoknya, ia sendirian kembali mengunjungi orang tersebut, sebut saja Mbah SN, yang dikampungnya dikenal sebagai dukun Jawa, yang bisa mengobati sakit ringan, seperti sakit anak-anak yang rewel karena diganggu makhluk halus.

Karena pekerjaannya hanya sebagai pencari puntung rokok, kondisi rumahnya juga sangat memprihatinkan. Rumah yang dihuni layaknya gubuk, terdapat sebuah kandang kambing di sebelah rumah, sebuah sumur kuno dan langgar yang sudah mau roboh.

Dalam pertemuan tersebut, ia mengaku dari pesantren Ciganjur, santrinya Gus Dur dan bercerita panjang lebar soal pesantren dan Gus Dur. Ketika pamit pulang, orang tersebut titip salam buat Gus Dur.

Pasca Lebaran, ketika kembali ke pesantren Ciganjur, Udin menceritakan pertemuannya dengan pencari puntung rokok Mbah SN ini dengan Gus Dur, tentang rumahnya yang sederhana dan langgar yang mau roboh.

Langsung saja Gus Dur motong, “Oh ya, ada orang seperti itu di perbatasan Kudus dan Jepara. Yo wis kapan-kapan kita ke sana”

Gus Dur selanjutnya menjelaskan perilaku orang yang mendedikasikan diri untuk mencari puntung rokok. “Niku pendamelane pados tegesan, itu artinya, dia mencari pemimpin yang tegas, nek wis ketemu yo mari (kalau sudah ketemu orangnya, ia berhenti mencari puntung.”

Sayangnya, sampai akhir hayat, Gus Dur belum sempat untuk bersilaturrahmi dengan mengunjungi rumah Mbah SN.

Di lain waktu, Udin kembali menyempatkan diri berkunjung ke rumah Mbah SN dan disela-sela obrolannya, ia menanyakan, apa pernah bertemu dengan Gus Dur, Mbah SN pun menjawab “Yo tau (ya pernah)
Tetapi ketika ditanya bagaimana bisa bertemu dengan Gus Dur dalam kondisinya yang seperti itu, ia tak menjawab, hanya tertawa saja.

Ketika Pilgub Jawa Tengah, Udin juga menanyakan kemungkinan menang-kalahnya satu kandidat yang akan maju, yang kebetulan berkultur NU. Orang tersebut juga mampu menjawab dengan tepat. (mkf)


GUS DUR WALI (15)
 Gus Dur Bisa Me-Raga Sukma Dirinya 

Jakarta, NU Online
Dunia kewalian adalah dunia yang memiliki banyak dimensi. Dunia kewalian seringkali tidak dapat diterima nalar sehat manusia normal. Karenanya dunia kewalian seringkali pula diidentikkan dengan dunia mistis.

Biasanya para santri (penganut agama yang taat), sejak zaman Hindu, Budha hingga zaman Islam di Indonesia membedakan kepemilikan dan perilaku keilmuan mistik ke dalam dua kategori, yakni kategori ilmu putih dan ilmu hitam. Sejak dahulu kala, ilmu hitam biasa disebut untuk mensifati (mengidentifikasi) keunggulan-keunggulan para tokoh penjahat. Sedangkan kemampuan dan keistimewaan-keistimewaan para tokoh kebaikan, para pahlawan dan para manusia suci.


GUS DUR WALI (16)
 Makna Mimpi Gus Dur Bikin Pil KB 

Jakarta, NU Online
Mimpi bagi kebanyakan orang hanyalah kembang tidur yang tidak memiliki arti, tetapi bagi orang tertentu, mimpi merupakan bentuk isyarat akan sebuah kejadian besar di masa depan.

Kisah mimpi yang sangat terkenal dalam al Qur’an adalah kemampuan Nabi Yusuf dalam menafsirkan mimpi Fir’aun, tentang tujuh ekor sapi gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi kurus, yang ditafsirkan oleh Nabi Yusuf berupa tujuh tahun zaman kelimpahan pangan dan tujuh tahun masa paceklik. Tafsir itu dijadikan kebijakan negara sehingga Mesir selamat menghadapi situasi sulit.

Mimpi-mimpi yang memiliki makna ini juga masih terjadi sampai sekarang. Santri Gus Dur, Nuruddin Hidayat, menceritakan mimpi salah satu kenalan Gus Dur Ibu Arifin, yang juga hobi berziarah ke berbagai makam keramat seperti Gus Dur.

Waktu itu, Gus Dur masih menjadi ketua umum PBNU dan Ibu Arifin cukup sering mengunjunginya di gedung PBNU.

Suatu malam dalam tidurnya, Ibu Arifin bermimpi melihat Gus Dur sedang membikin pil KB. Karena merasa mendapat mimpi yang aneh dan tidak biasa, ia kemudian berusaha menanyakan kepada Gus Dur, barangkali ada tafsiran dari mimpi tersebut.

“Gus jenengan niki kok damel pil KB, nopo maksude (Gus, anda kok membikin Pil KB, apa maksudnya),”
Gus Dur tak banyak berkomentar, hanya menjawab “Mosok kulo damel pil KB” (Masak saja bikin Pil KB”.

Tak sampai setahun kemudian, makna mimpi tersebut terbukti, ternyata Gus Dur membikin Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yang bunyi dan namanya mirip, Pil (P) KB. (mkf)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar